Minggu, 02 Mei 2007
Dalam kelelapan tidurku, ku mendengar sayup-sayup suara. Seperti suara seorang pria dan wanita yang sedang beradu mulut. Ah, suara apa ini? Semakin ku coba untuk menulikan telingaku, suara itu malah semakin menjadi. Ku berusaha menutup telingaku dengan bantal. Badanku berguling, rasanya aku sangat gelisah. Ku dengar suara itu lagi.
“Kemana kamu tadi malam? Kenapa kamu gak pulang?” Tanya seorang wanita dengan nada marah.
“Sudah aku katakan
“Apa buktinya? Aku sudah mencoba menghubungi nomor telepon kantormu. Dan mereka berkata bahwa kamu tak datang ke kantor. Sekarang, apa yang akan kamu sembunyikan dariku?”
“Itu urusanku! Bukan urusanmu! Toh, aku kerjapun untuk makan kamu. Sudah, sekarang aku mau tidur. Aku capek!”
“Tapi tunggu, aku
PLAAAAK ! suara tamparan yang sangat keras tadi seakan telah menamparku juga. Seketika aku pun langsung terbangun, dan ku dapati ibu dan ayahku sedang bertengkar. Yah, seperti biasanya. Perlahan air mataku meleleh dan aku pun menangis. Ibu yang melihatku menangis dari pintu kamarku yang tak tertutup rapat, hanya bisa menatapku nanar. Aku pun menutupi seluruh tubuhku dengan selimut. Lalu aku pun menangis sepuasnya…
Senin, 03 Mei 2007
“Ayo sayang, bangun. Sudah pagi.” suara lembut ibu membangunkanku. Aku pun mengucek-ngucek mataku dan segera mencium kening ibu.
“Pagi bu. Aduh, aku gak kesiangan
“Gak kok, ayo cepat mandi! Kalau kamu terus duduk disini, nanti kamu bakal terlambat. Kasian tuh, pak Amir sudah nunggu dari tadi pagi.”
“Oh iya. Ok deh bu, aku mandi dulu ya?”
“Iya, ibu ada keperluan jadi sepertinya ibu gak bisa nemenin kamu sarapan. Ayah sudah pergi tadi pagi sekali.”
“Gak papa kok bu. Hati-hati ya! Aku mandi dulu...” aku pun langsung mengambil handuk dan bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah mandi, ganti baju dan sarapan, aku pun langsung melesat menuju sekolah diantar oleh pak Amir, supirku yang telah bertahun-tahun bekerja di sini dan sudah ku anggap sebagai pamanku sendiri. Setelah sampai di sekolah, aku pun segera berlari menuju kelasku dan…
Tepat! Ternyata Nugraha telah datang lebih awal dariku. Nugraha adalah sahabatku dari kecil. Kami begitu akrab dan sering bermain bersama. Maklum, rumah kami berdekatan, hanya berbeda beberapa blok saja. Dia sangat baik dan perhatian padaku. Maka jangan salah kalau dia selalu menganggapku sebagai adiknya. Dan hanya dia yang tau keadaan keluargaku yang berantakan. Rupanya Nugraha menyadari kedatanganku dan memberikan senyuman hangat ke arahku. Aku pun segera duduk di sebelahnya.
“Hai Nu, seperti biasanya kamu selalu datang lebih awal dariku.” ucapku menyapa Nugraha yang masih asyik berkutat dengan buku anime-nya.
“Hahaha, kamu bisa aja. By the way, tadi guru BP bilang kalau besok dan lusa libur. Gimana kalau besok kita shopping? Yah, sekedar refreshing aja. Mau
“Hmm, gimana ya? Tapi besok kamu yang jemput aku ke rumah
“Ah, itu masalah gampang. Tapi kamu mau
“Ok, aku mau. Tos dulu dong…” lalu kami pun bertos ria. Tidak lama kemudian seorang guru masuk dan membelah keributan kelas. Semua aktifitas pun berhenti dan semua siswa sekarang sibuk mengikuti pelajaran yang sedang di ajarkan.
Sepulang sekolah aku langsung mencari ibu. Aku tidak sabar ingin memberitahu ibu bahwa besok dan lusa aku bisa belajar di rumah. Setelah berkeliling rumah cukup lama, akhirnya aku menemukan ibu sedang membaca majalah sambil duduk-duduk di teras belakang rumah yang langsung menghadap ke kolam renang.
“Bu, besok dan lusa aku libur! Yes! Aku bisa bersantai di rumah.” Kataku girang.
“Oyya? It’s a good news! Hmm, bagaimana kalau lusa kita ke
“Ok, setuju! Hanya kita berdua
“Ya, hanya berdua. Tak ada ayah, tak ada supir. Ibu yang akan mengendarai mobilnya. Nanti mobilnya akan ibu titipkan saja di bandara.”
“Deal!” kataku girang. Aku pun tak sabar untuk menanti hari Rabu.
Selasa, 04 Mei 2007
Tingnong… tingnong…
Berkali-kali bel pintu rumahku berbunyi. Pasti itu Nugraha, batinku. Setelah berpamitan kepada ibu, aku pun segera menghampiri Nugraha di depan pintu. Kami pun pergi ke Factory Outlet dan ke pusat perbelanjaan lainnya. Aku memakai kesempatan ini dengan sebaik-baiknya untuk membeli keperluanku di
Rabu, 05 Mei 2007
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan mandi. Tak seperti biasanya, setelah aku mandi aku melihat ayah sedang sibuk bolak-balik di kamarnya. Mukanya tampak sangat senang, namun bercampur gelisah. Berkali ayah mengusap keningnya yang basah akibat keringat dingin. Apa yang sedang ayah lakukan? Pikirku dalam hati. Namun suara ibu yang memanggilku akhirnya membuyarkan lamunanku. Segera aku menghampiri ibu.
“Nak, kemari.
“
“Ibu mau minta maaf padamu. Rencana kita untuk pergi berlibur ke
“Apa?!! Ayolah ibu, aku ingin ikut! Kapan lagi kita bisa melewatkan seharian penuh bersama?”
“Kamu juga harus mengerti keadaan ibu. Tidak mungkin ibu mengajakmu, karena waktunya tidak tepat. Maafkan ibu kalau ibu harus mengingkari janji ibu. Tapi ini semua untuk kebaikan kamu. Ibu…” kata-kata ibu terputus. Matanya tampak menitikkan air mata, tapi ibu langsung mengusapnya.
“Ibu, ibu kenapa? Baiklah, aku akan di sini menemani ayah. Tapi ibu harus janji ya padaku, lain waktu kita harus berlibur bersama.” Kataku sambil mengusap pundak ibu. Ibu hanya mengangguk lemas dan berjalan memasuki mobilnya.
Masih tersisa 2 mobil lagi di garasi. Mobil sedan yang berwarna merah metalik itu punyaku. Dan mobil ayah adalah mobil jaguar berwarna hitam. Ternyata ibu benar-benar berangkat sendiri tanpa di temani supir. Entah mengapa, perpisahan ini sangat menyedihkan untukku. Padahal aku tahu, bahwa ibu akan segera kembali. Setelah ibu memelukku dan menciumku, ibu lalu melaju dengan mobilnya. Ayah hanya mengintip kepergian ibu dari balik jendela kamar.
10 menit berlalu…
Perasaanku tak tenang. Hatiku di landa rasa gelisah yang amat sangat. Akhirnya aku pun memutuskan untuk mengambil segelas air putih dan segera menuruni tangga untuk ke dapur karena memang kamarku berada di lantai dua. Ketika hendak kembali ke kamarku, gelas yang aku bawa tiba-tiba jatuh. Aku segera membereskankan pecahan gelas itu.karena terburu-buru, jari telunjukku tergores oleh pecahan kaca tersebut. Aku pun meringis kesakitan dan otomatis mengemut jariku yang berdarah. Ketika hendak mengambil betadine, telepon berdering. Tapi ternyata mbok Minah, pembantuku telah mengangkat telepon itu. Tidak lama kemudian, mbok Minah memberikan telepon itu padaku.
“Hallo? Betul ini dengan kediaman ibu Hana Mariana?” kata bapak-bapak di sebrang
“Iya, betul. Saya anaknya, ini dari siapa ya?
“Saya dari kepolisian setempat. Ade, mohon ade sabar ya mendengar berita ini. Ibumu… Ibumu mengalami kecelakaan. Mobil yang dikendarai ibumu mengalami rem blong, lalu menabrak pembatas jalan dan terperosok ke dalam jurang…”
“APAAA?? Tidak!! Itu semua tidak mungkin!! Huhuhu…” kataku tak percaya sambil berlinangan air mata.
“Ade sabar ya, kami sedang melarikan ibumu ke rumah sakit terdekat. Tepatnya di rumah sakit Kasih Bunda.”
“Huhuhu… terima kasih ya pak. Saya akan segera kesana.” Kataku menutup percakapan telepon. Aku segera mencari ayah dan memberitahu berita itu. Saat mendengarnya, sama sekali tak terlihat gurat kesedihan di wajahnya. Aku pun memaksa ayah untuk pergi ke rumah sakit. Ayah sempat menolak. Tapi karena aku terus menangis dan mengamuk, akhirnya ayah mengantarkanku juga. Kami pun segera melaju ke rumah sakit yang di maksud. Pak Amir dan mbok Minah pun tak putus-putusnya berdo’a untuk keselamatan ibu.
Sesampainya di rumah sakit…
Begitu turun dari mobil aku langsung berlari menuju meja resepsionis dan segera menanyakan keberadaan ibu. Setelah tau ibu ada di ruang UGD, aku pun segera berlari kesana dengan ayah mengikutiku dari belakang. Suster menyuruh kami duduk di kursi tunggu. Tidak lama kemudian dokter keluar dari ruangan UGD.
“Betul ini dengan keluarga ibu Hana Marliana?”
“Iya betul. Bagaimana keadaan istri saya dok?”
“Maafkan saya. Saya sudah berusaha tetapi takdir berkata lain…” jawab dokter itu dengan tertunduk.
“Maksudnya apa dok?” kataku dengan nada emosi.
“Maaf, ibumu tidak bisa diselamatkan.” Jawab dokter itu lagi dengan nada yang sangat pelan. Seketika badanku gemetar. Kakiku terasa lemas. Keringat dingin mengucur deras di leher dan keningku. Dan aku pun jatuh pingsan…
“Apa ini? Aku ada dimana?” desisku pelan. Ku lihat ruang disekitarku putih. Tak satupun ku temukan pintu. Lambat laun ruang putih itu memudar. Kini ruang itu berganti menjadi sebuah ruangan kotor dan berdebu. Sepertinya aku pernah melihat ruang itu, tapi aku tak tahu ruangan apakah itu. Dan di sudut ruangan itu ada sebuah lemari antik yang tak kalah berdebunya. Lambat laun pintu lemari itu terbuka dan PRAAAAK!!! Jatuhlah sebuah buku berwarna hijau tua. Seperti buku diary ibu. Batinku dalam hati. Semakin aku coba untuk mengingatnya, kepalaku terasa pusing. Lalu sekarang semua ruangan itu berubah menjadi hitam pekat. Aku pun tak bisa melihat apa-apa lagi…
Kamis, 06 Mei 2007
Perlahan mataku mulai terbuka. Yang pertama ku lihat adalah Nugraha. Rupanya aku ada di rumah sakit. Nugraha menceritakan kepadaku bahwa aku pingsan setelah mengetahui ibuku meninggal. Mengingat hal itu aku pun kembali menangis. Nugraha lalu menenangkanku dan mengelus-ngelus rambutku. Dia menguatkan aku.
“Nu, mana ayah?” tanyaku pada Nugraha.
“Ayah kamu pulang tadi malam. Ayah kamu juga yang ngasih tau aku kalau kamu ada di rumah sakit karena pingsan. Jadi, aku kesini deh!”
“Kalau... jasad ibu bagaimana?” tanyaku berlinangan air mata.
“Ayahmu sudah menguburkannya. Ayahmu juga menitipkan ucapan maaf karena menguburkan jasad ibumu tanpa kamu. Dia tak ingin kamu terus bersedih…” kata Nugraha dengan wajah tertunduk. Entah mengapa, mimpiku semalam terus membayang di pikiranku. Aku lalu menceritakan mimpiku itu pada Nugraha. Aku pun tak tahu mengapa aku begitu yakin bahwa kematian ibu bukanlah murni kecelakaan. Aku sudah bertekad untuk mengungkap kematian ibu tersebut.
Jum’at, 07 Mei 2007
Hari ini aku sudah di bolehkan pulang. Pagi-pagi Nugraha sudah mengantarkanku dengan mobilnya. Seperti biasa, ayah sibuk dengan bisnisnya sehingga tak bisa mengantarkanku pulang. Setelah mengantarkanku, Nugraha pun mohon pamit. Aku tetap sendiri di kamar sambil berusaha keras berpikir dan mengingat-ingat tempat yang muncul di mimpiku saat aku pingsan. Ahaaa! Kini aku ingat! Tempat itu adalah gudang rumahku yang telah di gembok selama 7 tahun. Setelah memastikan keadaan aman dan tidak ada ayah, aku pun masuk ke dalam gudang itu.
Tapi ternyata pintunya di gembok! Aku berusaha mendobraknya dengan menendang pintu itu. Karena telah 7 tahun, gembok itu sekarang sudah berkarat dan tidak sekuat dulu kala. Sehingga, saat aku dobrak, pintu itu langsung terbuka dengan mudah. Ku terus berjalan mencari lemari yang ada di mimpiku. Tak lama kemudian, aku menemukan lemari itu. Aku pun segera membukanya dan menemukan buku berwarna hijau tua. Ya, itu adalah buku diary ibu.
Aneh. Biasanya ibu selalu menyimpan buku ini baik-baik. Ibu selalu menyiapkan laci khusus yang berkunci untuk menyimpan buku ini. Tapi, mengapa sekarang buku ini malah ada di gudang? Karena penasaran, aku pun membuka buku itu. Halaman demi halaman aku baca dengan teliti. Sampai kepada halaman ke 138, tepat menunjukkan tanggal 02 Mei 2007. Aku pun lebih mempertajam mata.
Dear diary, 02 Mei 2007
Aku dan suamiku bertengkar lagi. Entah mengapa tadi malam ia tidak pulang ke rumah. Aku sangat sedih karena anakku melihat kejadian memalukan itu. Aku ingin semuanya kembali seperti dulu lagi. Ya Tuhan, kuatkan aku…
Dear diary, 03 Mei 2007
Hari ini aku dan anakku berencana untuk pergi liburan ke
Perlahan air mataku meleleh. Aku sudah tak sanggup untuk membaca diary ibu. Bagiku, itu bagai menggoreskan luka lama. Tapi aku sudah bertekad untuk mengungkap kematian ibuku tersayang. Aku pun berusaha menguatkan hatiku. Akhirnya aku kembali membaca diary ibu.
Dear diary, 04 Mei 2007
Anakku pergi bersama Nugraha untuk berbelanja. Sedangkan aku melihat suamiku memotong kabel rem mobil yang hendak kami pakai untuk ke
Dear diary, 05 Mei 2007
Dengan berat hati aku harus berpisah dengan anakku, mungkin untuk selamanya. Kini aku mengerti mengapa suamiku memotong kabel rem mobil. Dia ingin mencelakai aku dan anakku. Dia ingin kita mati! Biarlah aku sendiri yang menjadi korban kebiadabannya. Selamat tinggal dunia. Aku akan merindukanmu, Meira…
Seketika itu air mataku jatuh tak terbendung. Aku tak menyangka bahwa yang membunuh ibu adalah ayahku sendiri! Kini aku tahu mengapa ayah selalu menghindar. Kini aku tahu mengapa saat ayah mendengar berita bahwa ibu meninggal, ayah sama sekali tak bersedih. Ayah macam apa yang berani membunuh istrinya sendiri!!! Air mataku terus mengalir deras. Segera aku membawa diary ibu dan kembali ke kamarku.
Sembari berjalan keluar gudang, aku menelepon Nugraha dengan handphone-ku. Aku menceritakan apa yang terjadi sambil menangis tersedu.
“Nu, sekarang aku tahu… Kematian ibu bukan murni kecelakaan!!” kataku setengah berbisik.
“Apa maksudmu? Kau ada dimana sekarang?” jawab Nugraha bingung.
“Aku ada di gudang rumahku. Aku tahu siapa yang membunuh ibuku. Ternyata pembunuh itu adalah…” PLAAAK!!! Kepalaku di pukul oleh benda tumpul. Spontan handphone yang aku pegang terjatuh dan buku diary ibu pun lepas dari genggaman tanganku. Seketika kepalaku pusing dan mataku menjadi berkunang-kunang. Aku mengerang kesakitan sambil berusaha membalikkan badanku. Dan ternyata di belakangku adalah… AYAH!!! Aku tertegun tak dapat berbuat apa-apa. Ayah menatapku dengan tajam. Aku baru sadar bahwa aku kini dalam bahaya.
“Apa yang kamu lakukan disini?!!” kata ayah membentak.
“Oh… Eh… Meira hanya…” kataku terbata-bata. Ayah melirik ke arah buku diary ibu lalu matanya tertuju lagi padaku.
“Dapat darimana buku itu?!!”
“Anu…”
“Kamu pasti membacanya!!! Dasar anak sialan!!!”
Lalu ayah memukulku lagi dengan tongkat golf yang tadi di pukulkan ke kepalaku. Aku menjerit sejadi-jadinya dan tersungkur jatuh. Kepalaku sangat pusing. Saat jatuh itulah, aku berusaha untuk meraih handphone-ku dan memberitahu Nugraha bahwa aku dalam bahaya. Tapi ternyata itu semua sia-sia. Ayah lebih cepat dariku dan memukul handphoneku dengan tongkat golf hingga handphone-ku terpelanting jauh. Lalu ayah menginjak tanganku. Aku menangis. Selama ini ayah belum pernah bersikap sekejam ini kepadaku.
Setelah sekitar 1 menit menginjak tanganku sambil memaki-maki almarhum ibuku, ayah pun menyumpal mulutku dengan sapu tangan. Lalu ayah menarik kedua tanganku dan ayah berusaha mengikatnya. Berkali-kali aku meronta, tapi tenagaku telah terkikis habis. Badanku lemas. Akhirnya ayah berhasil mengikat tangan dan kakiku. Alhasil, kini aku tak bisa bergerak sedikitpun. Aku disekap di gudang ini. Tak lama berselang ayah berjongkok tepat di depanku dan ayah mengeluarkan pisau lipat dari balik bajunya.
“Kamu tau mengapa aku membunuh ibumu? Hahaha… Dasar wanita bodoh!! Selama ini aku hanya memanfaatkan kekayaan orangtuanya!! Dulu aku memang mencintainya, tapi sekarang aku sama sekali tak mencintainya lagi!! Dulu orangtua ibumu sempat tidak merestui hubungan kami. Hingga pada suatu hari, orang tua ibumu datang ke rumahku. Mereka mengorak-abrik seluruh isi rumah. Menghancurkan semua yang ada hingga ibuku yang menderita sakit jantung meninggal!!! Kamu tahu, meninggal seketika!!! Setelah mereka tahu ibuku meninggal karena ulah mereka, barulah mereka merestui hubungan kami sebagai tanda minta maaf dan kami menikah. Hahaha… Sekarang mereka bisa merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang mereka cintai!!! Dendamku baru terbalaskan saat ibumu itu mati!! Hahaha… Sekarang tinggal kamu yang mati!!! Kamu harus mati juga!!!” kata ayah sambil mengayunkan pisau lipatnya ke atas. Tamatlah sudah sekarang riwayatku! Aku hanya bisa berdo’a dalam hati, memejamkan mata dan pasrah. Ya Tuhan, selamatkanlah aku...
Belum sampai pisau itu menerjang bagian tubuhku, Nugraha datang dan mnyelamatkan aku. Dia mengambil sebuah guci dan memukulkannya ke kepala ayah. Ternyata serangan itu belum cukup melumpuhkan ayah meskipun kepala ayah kini telah bersimbah darah. Ayah pun berbalik. Terjadilah bertarungan sengit antara ayahku dengan Nugraha. Nugraha terus berusaha untuk menjatuhkan pisau yang di pegang ayahku, namun selalu gagal. Celaka!! Tangan Nugraha terkena tikaman pisau. Saat ayah hendak menghabisi nyawa Nugraha, Tuhan berkata lain.
“Angkat tangan!!! Letakkan senjatamu di atas lantai dan berbalik!!!” polisi datang. Seketika polisi melumpuhkan ayahku. Dan seketika itu pula nyawaku dan Nugraha terselamatkan. Aku harus berterima kasih kepada mbok Minah dan pak Amir. Ternyata, mbok Minah tak sengaja melihat ayah saat berusaha membekapku. Dengan keberanian luar biasa mbok Minah dan pak Amir menelepon polisi. Ayah pun digiring ke kantor polisi guna mempertanggung jawabkan segala perbuatannya. Polisi dengan mobil lain mengantarkan aku dan Nugraha ke rumah sakit.
“Nu, sudah mendingan? Bagaimana dengan tanganmu?” tanyaku setelah kami selesai di obati di rumah sakit.
“Alhamdulillah sudah mendingan. Kamu gimana? Kepalamu gak papa
“Iya, sekarang pusingnya sudah berkurang. Aku gak merasa lho kalau sebenarnya kepalaku berdarah! Hehehe… Untunglah sekarang mimpi buruk itu telah berakhir. Mungkin setelah kejadian ini aku akan tinggal bersama kakek nenekku. Setelah pulang dari sini, aku akan ke rumahku dulu untuk mengambil semua barang-barangku. Oh ya, by the way terima kasih ya telah menyelamatkan aku. Kalau gak ada kamu, aku gak tahu deh gimana nasibku sekarang…” kataku panjang lebar.
“Iya, gak papa kok. Sebagai sahabat kita memang harus saling membantu. Kamu jangan lupa main ke rumahku ya! Yang penting, aku masih bisa ketemu kamu di sekolah. Aku yakin, sekarang ibumu telah tenang disana… Ia pasti bangga memiliki anak sepertimu.”
“Ya, aku pasti akan merindukan ibu.” Lalu kami pun saling berpegangan tangan dan pulang. Kami pulang menggunakan taksi. Di sepanjang jalan pulang, aku kembali menerawang. Aku kembali mencerna kata-kata Nugraha. Ya, ibu pasti tenang disana. Aku yakin, senyum ibu
TAMAT
Label: my lovely life .
Label: poetry .
Label: my lovely life .
PERTANYAAN SEPUTAR PERSAHABATAN.
(maaf ya kalo ada yang kurang sreg, maklum, jawabannya cuman berdasarkan pendapat pribadi aku aja.)
1. KENAPA SIH SESEORANG DENGAN MUDAHNYA MENDEKLARASIKAN SEBUAH PERSAHABATAN?
Karena orang itu ngerasa gak yakin sama persahabatan yang udah mereka jalin. Sampe” mereka mendeklarasikannya biar semua orang tau dan gak ngerebut sahabatnya itu. Tapi ada juga yang cuman ingin nyari perlindungan biar gak dilabrak atau semacamnya, tanpa tau apa arti persahabatan itu sendiri. Padahal, persahabatan akan muncul sendirinya seiring waktu. Dengan sendirinya hati bakal bersatu dan mengikat 1 janji untuk selalu bersama.
2. TRUS KENAPA HARUS
Karena kalo gak ada persahabatan, mustahil aku (atau mungkin kamu juga) bisa berdiri tegak disini saat masalah bejibun datang silih berganti. Sebabnya karena sahabat adalah sumber kekuatan dan motivasi hidup buat aku setelah keluarga.
3. CARA MILIH SAHABATNYA?
Ya yang sreg aja sama hati kamu. Kalo gak cocok, ntar malah berantem terus deh. Pinter” aja milihnya, soalnya setiap orang pasti punya kriteria sahabat impiannya masing”.
4. GIMANA DONG CARA MEMELIHARA PERSAHABATAN BIAR LANGGENG DAN ADEM AYEM?
Pastinya dengan selalu terbuka, positive thinking, setia dan selalu menjaga kekompakan. Frekuensi ketemu atau komunikasi juga nentuin sedekat apa kita dengan sahabat. Dan jangan lupa, saling pengertian dan menerima 1 sama lain.
5. AH, KESEL DEH! KOK SAHABATKU SENDIRI TEGA NGEKHIANATIN AKU?
Ngekhianatin gimana dulu nih? Hehe… kalo kiranya cuman karena masalah sepele, atau cuman karena masalah cowo doang, kayaknya kurang penting deh.
6. KENAPA YAH SAHABATKU BERUBAH DAN PERGI GITU AJA?
Mungkin udah saatnya dia pergi dan jalan sama yang lain. Tanya baik”, apa dia sakit hati atau sebel sama kita? Atau cuman mau nyari suasana baru aja? Mungkin visi dan misi hidupnya udah beda dan udah gak sejalan lagi sama kita sehingga dia menjauh dan ingin ngelupain kita. Itu wajar, selama gak ngasih pengaruh negative sama kita ataupun dirinya sendiri.
7. KALO UDAH KAYAK GINI, GIMANA CARANYA NGELUPAIN “MANTAN SAHABAT”?
Eits, gak ada itu yang namanya mantan sahabat! Emang sahabatan sama apa kayak pacaran? Sorry lah yauuuu… haha mau sahabat kita itu udah kayak gimana sama kita, udah jahat, udah hina” kita, udah kasar sama kita, tapi dia tetep sahabat kita. Walaupun sekarang sahabat kita udah berubah, udah ngelupain kita, udah nyakitin kita, tapi jangan pernah lupain kenangannya. Soalnya, kenangan itu sangat berarti untuk membentuk kepribadian diri kita sendiri. Kita bisa kuat dan sabar juga
SEKIAN DAN TERIMAKASIH :))
Ditunggu commentnya wokeh ;)
Label: my lovely life .
Label: my lovely life .